Blog

  • Rencanakan Liburan, Tonton Festival Europe on Screen 2025 ‎

    • Niki Saka
    • 10 Jun, 2025
  • S2 Perekonomian Islam dan Industri Halal FEB UNESA Dampingi PMI Singapura: Sehat Fisik, Percaya Diri dan Paham Halal

    • Dafis Ubaidillah
    • 29 Oct, 2024
  • Sosialisasi Etika Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) Pada Guru dan Siswa-Siswi Madrasah Aliyah Plus Alfatah, Desa Sempu, Kunduran, Blora, Jawa Tengah

    • Nor Kholis
    • 15 Apr, 2025

Tag

  • Nasional
  • Internasional
  • Surabaya
  • Politik
  • Hukum
  • Kriminal
  • Ekonomi & Bisnis

Social

  • Redaksi
Login |
  • Peristiwa
    • Nasional
    • Internasional
    • Surabaya
  • Politik
  • Keadilan
    • Hukum
    • Kriminal
  • Ekonomi
    • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
    • Pendidikan
    • Pesantren
  • Lifestyle
    • Keluarga
    • Olahraga
    • Liburan & Travel
    • Kesehatan
  • Religi
    • Religi
  • Teknologi
  • Kolom
    • Edukasi
    • Psikologi
    • Opini
    • Home

    DEMOKRASI YANG MENYEHATKAN, BUKAN MENYESATKAN

    Politik
    • Astrid Damayanti
    • Feb 04, 2024
    • 4 min read
    DEMOKRASI YANG MENYEHATKAN, BUKAN MENYESATKAN

    www.fasznews.com -

    Munculnya banyak petisi yang diajukan oleh kalangan akademisi perguruan tinggi menambah eskalasi politik semakin tinggi. Beberapa perguruan tinggi seperti UI, UGM, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, UII, dan UMY menyatakan sikap mengkritik pemerintahan Jokowi yang dianggap tidak netral dan menodai demokrasi. Pemicu awal yang dianggap menodai demokrasi adalah saat putusan Mahkamah Konsistusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai konstroversial.

    Sejumlah pihak akademisi dengan tegas meyatakan kritikan terbuka yang disampaikan oleh UII dan langsung ditandatangani oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid. Selain UII, sejumlah sivitas akademika UGM yang menamakan dirinya ‘Bulaksumur’ juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial.

    Jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya tahun 2019 yang dianggap sebagai era transisi demokrasi, di mana pemilu tahun 2019 dianggap sebagai penanda 20 tahun kebangkitan demokrasi Indonesia sejak berakhirnya era otoriter Orde Baru. Dua puluh tahun silam dan baru pada tahun 2019 Indonesia benar-benar mengenal demokrasi riil, setelah sekian lama pada masa orde baru di bawah pemerintahan yang otoritarianisme.

    Dalam hitungannya sejak tahun 1999-2024, demokrasi dan politik Indonesia mengalami evolusi yang ditandai dengan dengan 6 kali pemilu legislatif yaitu 1999, 2004, 2009, 2014, 2019, dan 2024 serta 5 kali pemilu residen dan wakil presiden yaitu 2004, 2009, 2014, 2019, dan 2024.

    Hal yang tidak dapat dilupakan dan memang harus diakui bahwa pemilu 2019 menjadi tonggak penting dalam pembelajaran berdemokrasi, pemilu 2019 membuka mata kita semua terhadap hak kita untuk dapat melaksanakan kedaulatan rakyat secara langsung. Begitu banyak permasalahan timbul pada saat pemilu 2019, termasuk hoax (pembunuhan karakter dengan isu PKI), fitnah yang mengatasnamakan agama (politik identitas), sehingga hal yang tidak dapat dilupakan pada saat itu adalah istilah “cebong” dan “kampret” sebagai representatif dua kubu yang sedang berkontestasi politik.

    Masyarakat terkesan berperang melalui media sosial dengan penyebutan “cebong” dan “kampret” dan hal ini membawa angin permusuhan sampai dengan pada ranah kecil, seperti keluarga, tetangga, sejawat dan kolega. Bangsa ini harus masih belajar dan terus melakukan evolusi menuju kematangan sistem demokrasi. Rakyat sebagai kekuasaan tertinggi, sudah selayaknya teredukasi dengan informasi-informasi yang bijak.

    Pada pemilu 2024 ini bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi demokrasi yang lebih terbuka dalam penyampaian aspirasi, kritik, dan pendapat. Dan ini sudah terlaksana 10 tahun terakhir, sejak pemilu 2019. Masyarakat sekarang ini memperoleh hak untuk menyampaikan pendapat secara lebih bebas, termasuk halnya penyampaian kritik kepada pemerintah yang tidak kita jumpai pada 20 tahun yang lalu, saat kita mengalami pemberangusan demokrasi tanpa kita sadari.

    Berkaitan dengan maraknya petisi yang cenderung menyalahkan Presiden Jokowi, karena netralitasnya dipertanyakan oleh banyak kalangan atas nama akademisi, maka dilakukan wawancara dengan Moch. Fauzie Said, pakar dan pengamat politik dari Universitas Brawijaya yang menyampaikan, “Semua sekarang ini punya potensi untuk melakukan tindakan kecurangan, jangan sampai semua dibebankan kepada Jokowi, terkait dengan persoalan Gibran, keputusan MK kalau memang itu dianggap sebagai kelemahan, yang sudah harus diakui kelemahan, nah sekarang ini berkembang isunya perguruan tinggi mencoba ramai-ramai menegakkan pemilu yang adil dan transparan yang dilakukan oleh oknum-oknum perguruan tinggi, tetapi tindakan untuk menurunkan Jokowi ini adalah tidak benar, semua tindakan yang dilakukan adalah tindakan politis, hal ini yang menyebabkan suasana tidak kondusif, oleh karena itu perguruan tinggi harus hati-hati, jangan sampai terjebak dalam politik praktis, sehingga makin membuat kondisi perpecahan.”

    Menyikapi hal ini, maka sebenarna pihak perguruan tinggi yang dianggap pihak paling netral untuk lebih memberikan edukasi dan menyebarkan kesejukan pada pemilu sangat diharapkan, namun demikian keterbukaan era yang sudah berbeda untuk pemilu kali ini menjadikan semua menyuarakan haknya dengan lantang. Atas nama akademisi dengan “bandrol” institusi perguruan tinggi mengklaim bahwa petisi yang diajukan adalah repreentatif dari lembaga. Hal inilah yang sangat disayangkan. Padahal mungkin saja sebagian ada yg setuju dan tidak setuju, dan jika atas nama institusi biasanya dilakukan melalui keputusan rapat senat atau keputusan hasil rapat yang diakui secara kelembagaan.

    Kegaduhan kembali muncul ketika presiden Jokowi secara terang-terangan memberikan dukungan kepada salah satu paslon pemilu. Presiden dianggap tidak netral dalam menjalankan hak demokrasinya. Walaupun hal ini secara jelas telah diatur oleh undang-undang bahwa sesuai dengan Undang-undang no. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dalam Pasal 299, 300 dan 302. Dalam undang-undang tersebut djelaskan bahwa presiden, wakil presiden, dan pejabat negara diperbolehkan untuk berkampanye sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara.

    Polarisasi yang terjadi selama masa kampanye semakin menyudut. Masing-masing paslon memberikan reasoning melalui juru bicara (jubir) untuk memberikan “pembenaran” atas apa yang dilakukan oleh paslon yang dibelanya. Kontestasi politik yang sedang terjadi tetap diharapkan memberikan vitamin guna pelaksanaan demokrasi yang menyehatkan, bukan menyesatkan. Rakyat harus cerdas menyikapi gelombang informasi yang datangnya dari berbagai arah. Suara yang nantinya diberikan adalah penentu nasib Indonesia dalam 5 tahun mendatang. (adf)

    • Share:
    • Tags :
    • demokrasi
    • politik

    Related Post

    • Kholis
    • Sat 02, 2024

    Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi

    Jokowi tandatangani surat pemberhentian Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur
    • Kholis
    • Wed 02, 2024

    Jokowi Tandatangani Surat Pemberhentian Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur

    • Psikologi 0
    • Teknologi 0
    • Pesantren 2
    • Edukasi 6
    • Opini 2

    • Pengangkatan Kaprodi Ilmu Pemerintahan FISIP UB Dipertanyakan oleh Dosen: Diduga Terjadi Maladministrasi

      • Nor Kholis
      • Feb 05, 2024
    • Film Dirty Vote Mendapatkan Respon Beragam Dari Masing-Masing Timses Calon Presiden

      • Kholis
      • Feb 12, 2024
    • Menjelang Pencoblosan, Beberapa Petugas KPPS Meninggal Dunia

      • Kholis
      • Feb 14, 2024

    • Jawa Timur
    • Edukasi
    • Opini
    • Religi
    • Liburan & Travel
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Keluarga
    • Lifestyle
    • Pendidikan
    • Ekonomi & Bisnis

    Berita Akurat dan Edukatif, Menyajikan berita terkini secara akurat dan edukatif di Indonesia dan Internasional dengan berbagai kategori.

    Berita Terbaru

    • Rencanakan Liburan, Tonton Festival Europe on Screen 2025...

      • 10 Jun, 2025
    • Sosialisasi Etika Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) Pada Guru...

      • 15 Apr, 2025

    Kontak Kami

    • Surabaya
    • 082145024305
    • fasznews@gmail.com

    © 2023 FaszNews.com . All Rights Reserved.